Contoh Makalah Pancasila Sebagai Etika Politik
A.
PEDAHULUAN
1. LATAR
BELAKANG
Etika berasal dari bahasa Yunani, etos
yang artinya susila. Etika yaitu salah satu cabang ilmu filsafat yang
mengajarkanbagaimana hidup secara arif/bijaksana,sehingga dikenal filsafat
moral. Etika tidaklah sama dengan moral, namun keduannya mempunyai fungsi yang
sama, yaitu memberi orientasi bagaimana dan kemana harus melangkah dalam hidup
ini. Etika memang pada akhirnya menghimbau orang untukbertindak sesuai
moralitas, tetapi bukan karena tindakan itu diperintahkan oleh moralitas
melainkan karena ia sendiri tahu bahwa hal itu memang baik baginya. Etika
bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggung
jawabkan, karena memang ada alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang
kuat atas tindakannya itu.
Etika yang mempertanyakan
prinsip-prinsip dasar dalam hubungan dengan kewajiban manusia dalam berbagai
lingkungan kehidupan khusus disebut etika khusus yang didalamnya terdapat etika
individual dan etika sosial. Pancasila merupakan sistem etika sebab di dalamnya
terkandung prinsip terdalam dan gagasan mengenai wujud kehidupan yang dianggap
baik. Sila-sila Pancasila merupakan etika dan nilai-nilai masyarakat Indonesia.
Pancasila memberi jawaban bagaimana seharusnya manusia Indonesia bertanggung
jawab dan berkewajiban sebagai makhluk pribadi, soial, dan makhluk Tuhan YME
dalam bernegara.
Melacak tradisi filsafat Barat, semuanya
menunjukan bahwa hidup secara bijaksana akan mengantarkan seseorang menjadi
bahagia. Menurut Imanuel Khant (abad 18), masalah etika bukan lagi masalah
kebijaksanaan namun sudah merupakan kewajiban. Etika menurut Imanuel Khant
yaitu, suatu kategori imperatif dalam arti bahwa etika bukanlah alat untuk
mencapai tujuan tertentu, melainkan menjadi tujuan di dalam dirinya sendiri.hal-hal
yang harus diperhatikan dalam mendiskusikan masalah etika politik yakni,
kesamaan dalam penggunaan kerangka acuan, sedemikian rupa sehingga kerancuan
pikir di dalam berdiskusi dapat dihindarkan. Etika dan politik memiliki tujuan
yang sama yakni, terbinanya warga negara baik, yang susila, yang setia pada
negara.
B.
ETIKA POLITIK PADA PEMILU 2014
1. PENGERTIAN
PEMILU
Pemilihan Umum
(Pemilu) adalah proses pemilihan
orang(-orang) untuk mengisi jabatan-jabatan politik
tertentu Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden,
sampai dengan wakil rakyat
di berbagai tingkat pemerintahan.
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk
memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika,
public relations,
komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda
di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik
agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau
politikus selalu komunikator politik.
Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut
konstituen,
dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya
pada masa kampanye.
Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari
pemungutan suara. Setelah pemungutan suara
dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan
main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui
oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
2. PEMILU
2014
Pemilu
Legislatif serta Pilpres 2014 mendatang akan menjadi ajang persaingan sengit
diantara 12 parpol peserta dan entah berapa yang demikian bersemangat akan maju
menjadi capres/cawapres. Yang jelas proses pemilu akan mengacu
kepada Dalam undang-undang pemilihan umum terbaru yaitu UU Nomor 8 Tahun
Tahun 2012, dimana parliamentary threshold (ambang batas parlemen)
untuk DPR ditetapkan sebesar 3,5%, naik dari persyaratan PT pada
Pemilu 2009 sebesar 2,5%.
Sementara
untuk pemilu presiden, berdasarkan UU Nomor 42 Tahun 2008 Tentang
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, yang menyebutkan pengajuan pasangan capres
dan cawapres Gabungan Partai Politik adalah gabungan 2 (dua) Partai
Politik atau lebih yang bersama-sama bersepakat mencalonkan 1 (satu)
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden yang memenuhi persyaratan
perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari
jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara
sah nasional dalam Pemilu anggota DPR.
3. Persepsi
Publik pada Survei LSN
Menjelang
pemilu yang akan berlangsung sekitar 8 bulan lebih, baik parpol maupun yang
merasa pantas menjadi capres mulai mengukur dan mempersiapkan pesta demokrasi
lima tahunan tersebut. Yang jelas dengan UU 42/2008 yang masih berlaku, khusus
untuk mereka yang berminat menjadi pimpinan nasional harus mempunyai
kendaraan politik. Hingga kini tidak ada peluang bagi calon independen. Survei,
walaupun berupa persepsi publik tentang kondisi popularitas maupun
elektabilitas, merupakan referensi bagi parpol yang menurut penulis sebaiknya
disikapi dengan bijak. Beberapa lembaga survei mengeluarkan hasil survei
independen (tanpa dibiayai parpol untuk kepentingan pencitraan). Penulis sejak
pemilu 2004 meyakini beberapa lembaga yang tidak terkontaminasi (kredibel)
menyampaikan kondisi perpolitikan apa adanya.
Lembaga
Survei Nasional (LSN), Selasa 16 Juli 2013, merilis hasil survei terbarunya
mengenai tingkat kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi seperti partai
politik, ormas, LSM, media massa, mahasiswa, sampai lembaga survei. Disamping
elektabilitas parpol dan capres struktural. Survei LSN digelar pada tanggal
1-10 Mei 2013 di 33 provinsi di seluruh Indonesia. Populasi dari survei ini
adalah seluruh warga negara Indonesia minimal telah berusia 17 tahun. Jumlah
sampel 1.230 responden, hasil survei diperoleh melalui teknik pengambilan
sampel secara acak bertingkat atau multistage random sampling,
dengan margin
of error 2,8 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Peneliti LSN
Dipa Pradipta dalam konferensi pers di Matraman, Jakarta
mengatakan, “Tingkat kepercayaan publik terhadap integritas parpol hanya
42,6 persen. Sementara 53,9 persen mengaku kurang percaya pada parpol, dan sisanya
3,5 persen menjawab tidak tahu,” katanya.
LSN
menyatakan setidaknya ada empat alasan yang membuat publik tidak mempercayai
parpol.
a. Publik
menilai banyak parpol di parlemen yang terlibat kasus korupsi.
b. Publik
menilai parpol kurang mempedulikan masalah rakyat.
c. Para
pengurus partai dipersepsikan cenderung berperilaku pragmatis dalam menghadapi
berbagai isu nasional.
d. Banyak
kasus amoral yang melibatkan kader-kader partai, misalnya perselingkuhan,
beristri banyak, skandal seks, narkoba.
Yang menarik,
publik justru menaruh kepercayaan besar terhadap mahasiswa (70,8 persen),
lembaga survei (69,3 persen), dan media massa (65,1 persen). Sementara itu, LSM
mendapatkan kepercayaan 58,5 persen, dan ormas 57,5 persen.
4. Elektabilitas
Partai-Partai Politik
Dalam survei
LSN, Partai Golkar dan PDI-P nampaknya akan tetap bersaing ketat pada
Pemilu 2014. Posisi Golkar dan PDI-P oleh beberapa lembaga survei lainnya juga
disebutkan sebagai calon dua parpol terkuat pada Pemilu 2014. Pada survei LSN
kali ini, elektabilitas Golkar menempati posisi teratas dengan 19,7 persen dan
PDI-P di posisi kedua meraih suara 18,3 persen.
Selanjutnya
Partai Gerindra nampaknya semakin menguat menempati posisi ketiga
(13,9 persen). Setelah itu, berturut-turut Partai Hanura (6,9 persen),
Demokrat (6,1 persen), PKB (4,8 persen), Partai Nasdem (4,6 persen), Partai
Persatuan Pembangunan (4,3 persen), Partai Amanat Nasional (3,8 persen), Partai
Keadilan Sejahtera (3,8 persen), Partai Bulan Bintang (1,4 persen), dan PKPI
(0,5 persen). Adapun undecided (yang tidak memilih) sebanyak 11,9 persen.
Nampaknya
pengaruh pemilih pemula mulai menunjukkan geliatnya, baca artikel penulis
"PDIP,Golkar,Hanura,Gerindra, disukai Pemilih Pemula. Selanjutnya menurut
Dipa Pradipta, Partai Golkar mampu bertahan di posisi teratas karena
ketua umumnya, Aburizal Bakrie, dan Golkar kerap tampil di publik. "ARB
(Aburizal Bakrie) dan partainya secara masif memaparkan iklan politik
terus-menerus," katanya.
PDI-P
dipersepsikan publik merupakan partai yang peduli pada wong cilik
atau rakyat kecil. Selain itu, jarang diberitakan terlibat korupsi sehingga
mendapat apresiasi cukup baik. Untuk Gerindra dan Hanura, elektabilitasnya
cukup baik karena dipersepsikan publik sebagai parpol yang relatif
bersih. Keduanya sama dengan PDIP yang berada diluar partai koalisi
pemerintah yang rata-rata runtuh elektabilitasnya, kecuali Golkar.
Khusus
elektabilitas Partai Demokrat, nampaknya persepsi penilaian publik terhadap
pemerintahan Presiden SBY berpengaruh terhadap elektabilitas Demokrat. Seperti
dipaparkan peneliti LSN Gema Nusantara dan Dipa Pradipta, bahwa 77,7% responden
menyesalkan keputusan Presiden SBY merangkap jabatan sebagai Ketua Umum Partai
Demokrat. Sejumlah 49,2% responden menilai kondisi negara Indonesia
selama periode kedua pemerintahan SBY 'sama saja' dibanding 5 tahun sebelumnya.
Bahkan 30,2% menilai semakin buruk. Sebanyak 18,5 menilai 'semakin membaik'.
Rata-rata
tingkat kepuasan publik berada di bawah 45%. Di bidang politik, kepuasan publik
sangat rendah mencapai 27,1%. Kinerja Presiden SBY dipersepsikan terburuk di
bidang ekonomi dan hukum masing-masing tingkat ketidakpuasannya adalah 65,6%
untuk bidang hukum dan 64,1% untuk bidang ekonomi. Sebanyak 86,1% responden
tidak setuju dengan kebijakan pemerintah yang menaikkan BBM.
Dari fakta
tersebut, posisi Partai Demokrat diurutan kelima dengan elektabilitas 6,1
persen jelas akan menyulitkan para elit untuk kembali membangkitkan gemuruh PD
seperti hasil pemilu 2009 yang diatas 20 persen. Resiko PD sebagai the rulling party,
nampaknya akan runtuh pada 2014. Elektabilitas PD kini mirip dengan kondisi
awal kesertaannya pada pemilu 2004 sebesar 7 persen. Apakah memang angka
psikologis PD sebesar itu? Sebuah pertanyaan yang menjadi tantangan para elit
Demokrat. Artinya mereka harus siap kembali berada di posisi papan
tengah.
Yang
nampaknya juga akan menjumpai kesulitan dalam menangguk konstituen adalah
parpol berbasis Islam. Rata-rata elektabilitasnya dibawah 5 persen. PKB kini
diposisi terunggul diantara parpol berbasis Islam, dipersepsikan tertinggi (4,8
persen), PPP (4,3 persen), Partai Amanat Nasional (3,8 persen), Partai Keadilan
Sejahtera (3,8 persen), dan Partai Bulan Bintang (1,4). Walaupun didera
berbagai isu negatif, PKS nampaknya masih akan bisa lolos dari jepitan PT yang
3,5 persen. Parpol Islam kecil peluangnya untuk dapat mengajukan capres pada
2014. Peran politisnya sebagai kekuatan yang melengkapi koalisi parpol
nasionalis.
Dapat
disimpulkan bahwa partai nasionalis masih merajai peluang memenangkan pemilu
legislatif 2014. Posisi tengah masih mereka kuasai, sementara parpol berbasis
Islam nampaknya masih berada dipinggir, sulit untuk masuk ketengah. Golkar dan
PDIP mempunyai peluang mengajukan pasangan capres-cawapres dengan hanya
berkoalisi dengan satu parpol papan tengah. Gerindra kemungkinan membutuhkan
dua parpol koalisi.
5. Elektabilitas Tokoh
sebagai Capres Struktural
Dari survei
LSN, elektabilitas Prabowo mendapat apresiasi tertinggi dari
responden, mencapai 22,7 persen. Kemudian diikuti oleh Ketua Umum Partai
Golkar Aburizal Bakrie dengan 16,3 persen dan Ketua Umum Partai Hanura Wiranto
dengan 13,2 persen. "Prabowo merupakan capres struktural dengan
elektabilitas tertinggi, yang dimaksud capres struktural di sini adalah capres
berasal dari struktur tertinggi partainya masing-masing," kata Peneliti
Senior LSN, Gema Nusantara.
Menurut LSN
(Gema), publik banyak yang memilih Prabowo, merupakan purnawirawan yang sudah
diketahui memiliki ketegasan dan antitesa dengan SBY. "Publik sangat
mendambakan presiden yang tegas dan tidak ragu-ragu seperti SBY, sehingga
Prabowo atau Wiranto lebih diapresiasi publik," katanya.
Elektabilitas
tokoh parpol selanjutnya adalah Ketum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (13
persen), Ketum PAN Hatta Rajasa (5,2 persen), Ketua Dewan Syuro PBB Yusril Ihza
Mahendra (5,1 persen), Ketum Partai NasDem Surya Paloh (4,6 persen), Ketum PKPI
Sutiyoso (1,9 persen), Presiden PKS Anis Matta (1,7 persen), Ketum PPP
Suryadarma Ali (1,5 persen), dan Muhaimin Iskandar (1,2 persen).
Jokowi yang
namanya selalu berkibar dan menurut beberapa lembaga survei lain
elektabilitasnya mengungguli Prabowo tidak disertakan dalam survei LSN ini.
Gema menjelaskan Gubernur DKI itu tidak dimasukkan dalam capres struktural
karena tidak berada dalam struktur elit. "Jokowi hanya sebagai kader
partai PDIP saja, tidak berada di jajaran elit partai," katanya.
Dari survei
capres struktural ini terlihat bahwa dua mantan militer masih mendapat
apresiasi responden, Prabowo dan Wiranto. Sementara Aburizal Bakrie berada di
posisi kedua. Kedudukan Prabowo seperti yang diungkapkan Gema, karena masalah
antitesa SBY, tetapi Prabowo juga termasuk giat muncul beriklan di media.
Posisi ARB dalam survei ini mengungguli Megawati yang selama ini diposisi
puncak.
6. Perbandingan Hasil Survei
Lingkaran
Survei Indonesia (LSI) mengeluarkan hasil survei pilpres dan pemilu 2014 yang dilaksanakan
antara tanggal 1-8 Maret 2013. Menurut peneliti LSI Adjie Alfaraby,
bila pelaksanaan pemilihan umum presiden dilaksanakan pada bulan
ini, maka Megawati Soekarnoputri yang menjadi pemenang dengan perolehan suara
20,7%, capres terkuat setelah Mega adalah Aburizal Bakrie 20,3%, Prabowo
Subianto 19,2%. Selanjutnya Wiranto 8,2 persen, Hatta Rajasa 6,4
persen, Ani Yudhoyono: 2,4 persen, Surya Paloh 2,1 persen,
Suryadharma Ali, 1,9 persen, Muhaimin Iskandar, 1,6 persen,
Anis Matta, 1,1 persen dan yang belum memutuskan, 16,1 persen.
Golkar masih
kokoh bertengger di urutan pertama dengan perolehan suara 22,2%, naik 9%
dibandingkan dengan perolehan suara pada pemilu 2009. Perolehan suara PDIP
dalam survei ini mirip dengan perolehan partai itu pada pemilu 2004 yaitu
18,53%. Partai Demokrat di urutan ketiga dengan 11,7%, Gerindra
7,3%, Partai NasDem 4,5%. PKB, PPP, PAN, dan PKS masing-masing menyusul
dengan 4,5%, 4%, 4%, dan 3,7%. Sedangkan Hanura berada di posisi terakhir
dengan 2,6%. Mengenai rendahnya elektabilitas partai Islam yakni PKB, PPP, PAN,
dan PKS berada di bawah partai Nasionalis, Adjie menilai karena parpol tersebut
tidak memiliki tokoh yang kuat. "Mereka dikesankan hanya mewakili
Islam," tegasnya.
Dalam survei
CSIS di 31 provinsi (tidak termasuk Papua dan Papua Barat), 9-16 April 2013 ,
sebanyak 28,6 responden menjawab akan akan memilih Jokowi sebagai
presiden 2014. Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto
dipilih 15,6 persen, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie 7 persen, Ketua
Umum PDIP Megawati Soekarnoputri 5,4 persen, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla
3,7 persen, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD 2,4 persen, dan Hatta
Rajasa 2,2 persen.
Survei IRC di
sebelas kota besar 11 kota besar di Indonesia (Bandung, DKI Jakarta,
Lampung, Makassar, Denpasar, Medan, Palembang, Samarinda, Semarang, Surabaya
dan Tangerang) pada 8-11 Juli 2013, tentang kandidat yang akan dipilih
masyarakat. Jokowi dipilih (32 persen), Prabowo (8,2 persen),
Wiranto (6,8 persen), Megawati (6,1 persen) Aburizal Bakrie, 3,3 persen.
IRC juga
menanyakan hal lain kepada responden. Jika elektabilitas kandidat presiden
dilihat berdasarkan konstituen masing-masing partai politik, siapa yang mereka
pilih? "Mayoritas konstituen PDI-P lebih memilih Jokowi (54,9 persen)
daripada Megawati (14,3 persen). Kemudian Gerindra, mayoritas konstituen
konsisten akan memilih Prabowo (58 persen). Sementara itu Hanura,
konstituen yang memilih Wiranto (44,4 persen) sebagai presiden. Yang
menarik adalah konstituten Golkar, suaranya terbelah, dengan kecenderungan
lebih memilih Jokowi (26,4 persen) daripada Aburizal Bakrie (20,8
persen),"
C. KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas dapat kami
simpulkan bahwa,dunia perpolitikan di Indonesia akan semakin memanas untuk
persiapan menuju tahun Pemilu 2014. Sehingga salah satu konsekuensinya adalah
masyarakat akan semakin banyak disuguhi berita tentang dunia politik. Padahal
sudah jadi rahasia umum jikalau kondisi politik Indonesia dalam konteks
demokrasi secara umum saat ini adalah masih terus ‘sedang belajar’. Ada banyak
hal yang barangkali tentu akan membuat jenuh dan bosan sebab kondisi carut
marut dunia politik serta bidang hukum yang dinilai masih banyak mengecewakan.
harapan kami bagaimanapun kondisi yang terjadi nantinya, kepentingan
masyarakat dan negara harus selalu dikedepankan, tidak boleh ikut-ikutan
membuat suasana semkin gaduh dan membingungkan masyarakat. Situasi harus
dibangun dengan kerja-kerja politik yang riil yang dapat langsung dirasakan
masyarakat dan membuat masyarakat semakin cerdas dalam menilai permasalahan
politik, sehingga pastisipasi masyarakat akan meningkat terhadap aktivitas dan
pesta demokrasi nantinya. Dan tentunya tingkat partisipasi itu adalah hasil
dari pencerahan atas pendidikan politik yang cerdas dan modern yang hakekatnya
bahwa politik akan membawa perubahan yang signifikan terhadap pencapaian
cita-cita bangsa sebagaimana yang telah termakhtub di Pembukaan UUD 1945 dan
Pancasila.
DAFTAR
PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar